Paku Sarang Burung
A. Pengertian Umum
Paku sarang
burung
(Asplenium nidus, syn.: A. ficifolium
Goldm., Thamnopteris nidus (L.) C. Presl., Neottopteris rigida
Feé) merupakan jenis tumbuhan paku populer sebagai tanaman hias halaman. Orang Sunda menyebutnya kadaka, sementara dalam bahasa Jawa dikenal dengan kedakah.
Penyebaran alaminya adalah di sabuk tropis Dunia Lama (Afrika Timur, India
tropis, Indocina, Malesia, hingga pulau-pulau di Samudera Pasifik. Walaupun dalam artikel ini paku sarang
burung disamakan dengan A. nidus hasil penelitian terakhir menunjukkan
kemungkinan revisi, bahwa paku sarang burung mencakup beberapa jenis berkerabat
dekat namun berbeda. A.
australasiaticum juga sering dianggap sebagai paku sarang burung.
Paku ini
mudah dikenal karena tajuknya yang besar, entalnya dapat mencapai panjang 150 cm dan lebar 20 cm, menyerupai
daun pisang. Peruratan daun menyirip tunggal. Warna helai daun hijau
cerah, dan menguning bila terkena cahaya matahari langsung. Spora terletak di sisi bawah helai, pada urat-urat daun, dengan sori tertutup semacam kantung memanjang (biasa pada Aspleniaceae). Ental-ental yang mengering akan membentuk
semacam "sarang" yang menumpang pada cabang-cabang pohon.
"Sarang" ini bersifat menyimpan air dan dapat ditumbuhi tumbuhan
epifit lainnya. Paku ini kebanyakan epifit, namun sebetulnya dapat tumbuh di
mana saja asalkan terdapat bahan organik yang menyediakan hara. Karena
merupakan tumbuhan bawah tajuk, ia menyukai naungan. Di Hong Kong, jenis ini
dilindungi oleh undang-undang.
B. Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan:
|
Plantae
|
||||
Divisi:
|
Pteridophyta
|
||||
Kelas:
|
Polypodiopsida
|
||||
Ordo:
|
Polypodiales
|
||||
Famili:
|
Aspleniaceae
|
||||
Genus:
|
Asplenium
|
||||
Spesies:
|
Asplenium nidus L.
|
C.
Morfologi
a) Daun
Daun tunggal tersusun pada batang
sangat pendek melingkar membentuk keranjang. Daun yang kecil berukuran panjang
7 -150 cm, lebar 3 – 30 cm. perlahan-lahan menyempit sampai bagian ujung. Ujung
meruncing atau membulat, tepi rata dengan permukaan yang berombak dan
mengkilat. Daun bagian bawah warnanya lebih pucat dengan garis-garis coklat
sepanjang anak tulang, daun bentuk lanset, tersusun melingkar, ujung meruncing,
warna daun bagian atas hijau terang, bagian bawah hijau pucat. Peruratan daun
menyirip tunggal. Warna helai daun hijau cerah, dan menguning bila terkena
cahaya matahari langsung.
Tangkai daun kokoh, hitam,
panjang sekitar 5 cm. Tulang daun menonjol di permukaan atas daun, biasanya
hampir rata ke bawah, berwarna coklat tua pada daun tua. Urat daun bercabang
tunggal, kadang bercabang dua, cabang pertama dekat bagian tengah sampai ±0, 5
mm dari tepi daun. Tekstur daun seperti kertas.
b)
Batang
Rhizome yang pendek ditutupi oleh sisik (berwarna coklat) yang halus dan lebat.
c)
Akar
Paku epifit dengan akar rimpang kokoh, tegak, bagian ujung mendukung daun-daun yang tersusun roset, di bagian bawahnya terdapat kumpulan akar yang besar dan rambut berwarna coklat, bagian ujung ditutupi sisik-sisik sepanjang sampai 2 cm, berwarna coklat hitam.
Paku epifit dengan akar rimpang kokoh, tegak, bagian ujung mendukung daun-daun yang tersusun roset, di bagian bawahnya terdapat kumpulan akar yang besar dan rambut berwarna coklat, bagian ujung ditutupi sisik-sisik sepanjang sampai 2 cm, berwarna coklat hitam.
d) Sorus/sori
Sorus
terletak di permukaan bawah daun, tersusun mengikuti venasi atau tulang daun,
bentuk garis, warna coklat tua. Sori sempit,
terdapat di atas tiap urat daun dan cabang-cabangnya mulai dari dekat bagian tengah
daun sampai bagian tepi, hanya sampai bagian tengah lebar daun. dengan sori tertutup semacam kantung memanjang (biasa pada Aspleniaceae). Sorus berbentuk garis, tersusun rapat di permukaan
bawah daun fertil dekat ibu tulang daun, berwarna coklat. Spora terletak di sisi bawah helai, pada urat-urat daun, entalnya dapat mencapai panjang 150cm dan lebar 20cm,
menyerupai daun pisang. Ental-ental yang mengering akan membentuk semacam “sarang”
yang menumpang pada cabang-cabang pohon. “Sarang” ini bersifat menyimpan air
dan dapat ditumbuhi tumbuhan epifit lainnya.
D. Siklus Hidup
Paku Sarang Burung atau nama
saintifiknya Asplenium nidus adalah spesies epifit yang biasanya
ditemui di kawasan tanah pamah, kawasan pergunungan dan kawasan hutan sekunder.
Bahagian tengah spesies ini mampu mengumpul daun-daun kering daripada pokok
sokongan melalui struktur berbentuk bakul dan mereputkannya untuk mendapatkan
nutrien dan bahagian ini juga menyerap air hujan dan menyimpannya sehingga
hujan yang seterusnya. Daun-daun terbentuk dari tengah pokok dan kemudian
bersusun-susun membentuk roset yang diselaputi sisik berwarna coklat tua di
pangkalnya. Akar tumbuh di sepanjang batang pendek untuk mengukuhkan struktur
Paku Sarang Burung ini.
Paku sarang burung merupakan jenis
tumbuhan paku populer sebagai tanaman hias halaman. Orang Sunda menyebutnya
kadaka, sementara dalam bahasa Jawa dikenal dengan kedakah. Penyebaran alaminya
adalah di sabuk tropis Dunia Lama (Afrika Timur, India tropis, Indocina,
Malesia, hingga pulau-pulau di Samudera Pasifik.
Paku ini mudah dikenal karena tajuknya
yang besar, entalnya dapat mencapai panjang 150cm dan lebar 20cm, menyerupai
daun pisang. Peruratan daun menyirip tunggal. Warna helai daun hijau cerah, dan
menguning bila terkena cahaya matahari langsung. Spora terletak di sisi bawah
helai, pada urat-urat daun, dengan sori tertutup semacam kantung memanjang
(biasa pada Aspleniaceae). Ental-ental yang mengering akan membentuk semacam
“sarang” yang menumpang pada cabang-cabang pohon. “Sarang” ini bersifat
menyimpan air dan dapat ditumbuhi tumbuhan epifit lainnya.
Paku ini kebanyakan epifit, namun
sebetulnya dapat tumbuh di mana saja asalkan terdapat bahan organik yang
menyediakan hara. Karena merupakan tumbuhan bawah tajuk, ia menyukai naungan.
Di daerah Pasundan paku ini dikenal
dengan nama kadaka. Orang Jawa menyebutnya simbar merah, di Kalimantan disebut
lokot dan di Maluku disebut tato hukung. Di ujung Pandang oleh orang Bugis
menyebut bunga minta doa. Umumnya masyarakat menyebut paku sarang burungPakis
Sarang burung berasal dari Malaya, kini tersebar luas di seluruh daerah
tropika. Dapat tumbuh dari dataran rendah sampai ketinggian 2.500 m dpl. Orang
bugis mempercayai bila tanaman ini tumbuh subur bertanda kehidupan dalam
keluarga rukun dan makmur begitu pula sebaliknya bila merana mendapat kesulitan
(Sastrapraja, dkk. 1979). Asplenium nidus L. di Bali sering digunakan sebagai
tanaman hias untuk menata taman, merangkai bunga dan akarnya dicincang alus
dapat digunakan untuk media mencangkok tanaman (Darma, 2006). Di Taman Nasional
Laiwangi-Wanggameti Asplenium nidus. L tumbuh pada pohon-pohon yang besar
terutama pada pohon di tepi sungai
Asplenium
nidus L. termasuk suku Aspleniaceae. Biasanya dikenal dengan nama bird’s nest
fern, pakis sarang burung, atau lokot. Mempunyai sinonim Neottopteris nidus
(L.) J. Smith, Thamnopteris nidus (L.) Presl., dan Asplenium musifolium J.
Smith ex Mett. Di CA Sago Malintang jenis ini merupakan
tumbuhan paku yang paling banyak ditemukan. Jenis ini sudah umum untuk tanaman
hias, selain itu juga dapat digunakan sebagai obat tradisional seperti sebagai
penyubur rambut, obat demam, obat kontrasepsi, depuratif, dan sedatif (de
Winter dan
E. Manfaat
Manfaat Obat
penyubur rambut (Boon, 1999), demam, sakit kepala (Departemen Kehutanan dan
Perkebunan, 2000), kontrasepsi, gigitan atau sengatan hewan berbisa
(Baltrushes, 2006). Daunnya ditumbuk dan dicampur dengan parutan kelapa
kemudian dioleskan pada rambut (Boon, 1999). Anti radang dan pelancar peredaran
darah.
F. Khasiat dan pemanfaatan
1)
Obat bengkak;
daun paku sarang burung segar sebanyak segar sebanyak 15 gram, dicuci, ditumbuk
halus dan ditambah sedikit anggur kemudian diborehkan ke bagian yang sakit.
2)
Obat luka memar:
daun paku sarang burung segar sebanyak 15 gram, dicuci dan direbus dengan 200
nil air sanipai mendidih selama 15 menit, dinginkan dan saring. Hasil saringan
diminum sekaligus dan lakukan pengobatan sebanyak 2 kali sehari, pagi dan sore.
G.Kandungan kimia
Daun paku sarang burung mengandung
flavonoid dan kardenolin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar